Sumbing 3.371mdpl

Sulit banget menulis ttg perjalanan kali ini
Campur aduk. Yang senang banget. Yang sedih banget.
Banyak cerita silih berganti dan kebanyakan fotoooo! Jadi bingung mau mulai darimana
Mungkin kita jabarkan dikit sedikit biar terurai.

Dimulai dgn sabondoroyot yang mau pergi pake mobil sendiri.
Pengen liburan ceunah. Tulisan tentang Sabondoroyot liburan ada di sini
Tapi ternyata kita semua (kec Yunan) tidak fit, tp tetep pengen pergi
Perlengkapan udah kaya perjalanan seminggu, semua dibawa hahaha.
Ditengah jalan, janjian sm kang Tribud teh Ninoy, teh Nita kang Albert untuk makan sate di tegal, sate kambing +gule &asem2 kambing.

Sekitar jam 3 sampai di Parakan, cari makan utk perbekalan besok dan makan malam. Engga lupa makan lagi donk, mie Ongklok.
Sekitar jam 5 kita sampai di BC dan langsung ke rumah mas Heru koordinator BC cepag.
Ada 4 mobil 1 motor, 13 orang yang sudah datang duluan dan beristirahat di sini.

Cek ricek rombongan Bandung jam 18.30 baru berangkat, ok kita makan malam dan bobo aja deh.
Nah kalau TimikTimik pergi tuh ada ajaaa kejadian yang bikin deg-deg an, kali ini detik-detik terakhir bus yang akan disewa tidak bisa digunakan. Hadeuuuh. Bu kas alias ibu Bendahara a.k.a Ori udah mulai panik. Alhamdulillah nya bantuan datang dari berbagai arah, dan bu kas pun tersenyum.

Jam 2.30 sebagian dari kami sudah bangun, karena rencananya jam 3 kita mulai jalan, ternyata bus baru keluar Weleri yaa tidur lagi deh, meski engga bisa juga.
Jam 3, Nila mulai ngemil. Saya bolak balik badan, pengen tidur tp engga bisa, teh Nita mulai liat-liat dapur. Karena mas Heru dan keluarga nya yang masak untuk bekal ke puncak. Eh Ori mah tidurrrrr.
Adzan subuh kita bangun semua, bus sudah di Parakan, siap2!

5 November 2022.
Sumbing. 3.371mdpl.
Gunung tertinggi kedua di Jawa Tengah. Terletak di tiga kabupaten, Wonosobo, Temanggung, Magelang.

Kami memilih jalur Cepit dari arah Temanggung. Dengan EG sekitar 1700m dan kami memutuskan untuk tektok 😁

Karena satu & lain hal, rencana naik subuh jam 3 pagi engga kesampaian, kami baru start dari BC sekitar jam 6.30.

Dimulai perjalanan menggunakan ojek ke dekat pos 1. Prinsip kami, selagi ada ojek akan dimaksimalkan penggunaannya setinggi mungkin mendekati puncak 😁

Sambil menunggu yang lain, kami foto-foto pastinya, dari sini puncak sumbing terlihat jelas bersama birunya langit.

Mulai perjalanan menuju pos 1. Di pos 1 ada pendopo, yang sering digunakan untuk acara penduduk setempat. FYI jalur ini terkenal dengan jalur untuk ziarah, jalurnya lebih pendek yang artinya kemiringannya juga lebih aduhai dari jalur yang lain. Jadi memang lebih sepi. Kami hanya bertemu dengan 1 kelompok pendaki 4 orang.

Oiya, selama menuju pos 1 & 2 kami ditemani oleh mahluk sekitar alias (entah) lalat atau lebah, yang bisa mengigit! Saya kena 3x! Rasanya perih dan gatal.

Menuju pos 2, mulai masuk ke hutan. Hutannya tidak terlalu rapat dan di dominasi dengan pohon Lantoro. Ada pohon Puspa dan juga pinus, pinus jepang sih yg saya tau, karena buahnya kecil-kecil seukuran melinjo.
Menuju pos 3 jalurnya masih mirip-mirip dan hampir engga ada bonusnya!
Kami lebih banyak diam mengatur nafas tapi Teh Yanti…ckckck, masih sanggup menyanyi menghibur kami, meskii lagunya banyak engga tuntas hahhaa, tapi cukup membuat kami sedikit-sedikit menimpali ikut bernyanyi dengan napas hahehoh!

Menuju pos 4, jalur membelok ke arah kiri, katanya lewat jalur baru, tidak begitu curam dan di sini mulai terlihat bunga edelweiss! Hutan mulai sedikit terbuka! Pemandangan ke kota Parakan arah utara indaaah sekali!
Sampai ke pos 4 kami istirahat, padahal sedikit saja ke atas ada tempat yang lebih indah.

Sabana.
Naik sedikit dari pos 4 ternyata sudah masuk ke sabana! Full terbuka! Dan masya Allah…pemandangannya indaaaaaah! Kami makan siang di sini. Puas-puasin foto dan menikmati pemandangan, rasanya pengen dibawa ke rumah aja pemandangan kaya gini hahaha.

Dari sini terlihat bebatuan puncak Sumbing, teman-teman kelompok tengah terlihat dikejauhan, kok rasanya dekat yaa tapi ternyata…

Menjelang tengah hari kami memulai perjalanan lagi, awan datang dan pergi menutupi matahari, kadang cerah kadang mendung, deg-deg an takut hujan.
Ternyata perjalanan dari batas Sabana ke bebatuan ini menantang sekali! Selain tidak ada bonus datar, jaraknya juga ternyata jauuuuh!

Kalau melihat ke bawah indah, sekaligus menantang (a.k.a. mengerikan) untuk beberapa orang 🫣

Semakin ke atas bebatuan yang kami pijak semakin jelas, harus hati-hati dalam memilih langkah rasanya kok engga nyampe-nyampe!

Sampai batas bendera putih (yang ternyata bendera partai) jalur membelok ke kiri, kemiringan semakin curam, di beberapa titik kami harus merayap.

Nah setelah jalur menyamping ini ada kejadian yang bikin kami harus berhenti.
Kenapa yaa?

Kami terhenti di Pos 5.

Setelah melewati jalur miring, kami disambut hujan dan angin! Alias badai. Kami sempat ragu untuk bergerak karena trek di depan tidak terlihat jelas. Kami tidak tahu sejauh mana lagi tujuan nantinya. Akhirnya memutuskan jalan lagi dengan perlahan. Sampai di Pos 5 hujan mereda, kami bertemu wa Koko yang baru turun dari puncak, lalu kami melihat para porter lagi berlindung di dekat batu besar, teman-teman yang sudah kedinginan merapat ke batu.

Meski mengunakan raincoat lengkap tapi tangan terasa dingin seperti memegang air es! Beberapa teman membuka oxycan, hujan badai di ketinggian seperti ini kadang membuat nafas jadi sesak. Kang Hakim mendirikan flysheet agar bisa jadi tempat istirahat, yang lain mulai membuat api dan minuman hangat, alhamdulillah air yang kami titipkan ke porter berlimpah. Mulai membuka bekal makanan. Karena badan harus dibuat hangat.
Teman-teman dari kelompok tengah dan tim ngabret satu persatu muncul di pos 5 dari arah kawah. Ternyata puncak masih jauuuuuuuuh! Harus turun dulu ke kawah lalu naik lagi ke bebatuan baru puncak.

Diputuskan kami berhenti sampai sini. Hujan sudah reda tapi kabut tidak menghilang. Waktu sudah menunjukan jam 14.30 dan kami tidak ingin melewati jalur miring dan bebatuan itu dengan cahaya minim alias jangan kesorean.

Setelah cukup istirahat, kami mulai beranjak. Deg-deg an tapi kami harus segera turun.
Pelan-pelan. Hati-hati melewati bebatuan. Lebih baik merangkak, duduk dan merosot daripada nekat tetap berdiri.

Lalu ketegangan masih berlanjut…ketika kami sudah sampai di jalur batu menuju Sabana….hujan angin kembali datang ditemani butiran es. Huhuhu rasanya campur aduk, muka, tangan, kaki sudah dingin banget, ditambah…area ini terbuka! Tidak ada pohon tinggi, hanya batu dan rumput. Suara gemuruh guntur di langit bikin makin menciut, Mau tidak mau kami harus bergegas! Tidak bisa istirahat di sini. Secepat mungkin tapi tetap hati-hati harus sampai pos 4! Alhamdulillah nya, rombongan kami ditemani porter, mereka yang menunjukan jalan yg lebih enak dan pastinya menenangkan hati.
Menjelang pos 4, ada jalur “serodotan” rupanya beberapa teman menikmati hehehe

Sampai di pos 4, kang Omen sudah mendirikan flysheet, membuat api…fuiiiih lega! Setidaknya jalur terbuka itu sudah terlewati, kami istirahat di sini. Sholat, lalu berbuat lalu bikin minuman hangat & indomie kuah extra telur, endog dan egg! 😅😅

Sudah mulai sore. Beberapa dari kami memilih jalan duluan. Karena jalurnya jelas, insya Allah bisa, asalkan tetap berkelompok.
Kami menikmati sunset bersama gunung Sindoro dikejauhan. Hiburan dari Nya 😍

Memasuki hutan. Sampai di pos 3 kami harus menggunakan head lamp. Air-air yang ditinggalkan porter di pos-pos ketika naik, berguna sekali! Meski turun dan menjelang malam, kami tetap kehausan.
Turun gunung itu rasanya…..meski tidak setegang di jalur batu, tp kali ini tantangannya adalah…kaki yang sudah leklok, badan yang sudah remek, pengenya terbang aja deh ke BC.
Pos 3 ke pos 2 itu kok rasanya jauuuuuuuh banget! Apalagi pos 2 ke pos 1, jangan-jangan salah jalur nih? Sampai cek ricek ke smart watch, kami berada di track yang benar kok! Ternyata kaminya aja yang sudah lelah….lalu Nila berucap, “Boleh nangis engga?” 😊 dan saya menjawab, “Saya mah udah duluan tadi pas kehujanan di jalur batu” 😁 karena saat hujan itu waktu yg pas buat meluapkan emosi! 😆
Sebegitu emosional nya perjalanan turun ini, karena rasa ingin cepat sampai tapi badan kelelahan, kadang merelakan untuk tidak berhenti istirahat, di saat seperti ini lahir batin, fisik mental diuji sampai batas. Engga bisa ngambek di sini mah 😄 karena engga ada pilihan selain bergerak turun.
Adzan Isya…alhamdulillah kami sudah sampai titik penjemputan ojek, huhuhu rasanya legaaaaa!
Bertemu teman-teman yang lagi menunggu ojek. Satu persatu kami naik motor dengan kaki sudah susah untuk diangkat 😅.
“Pak saya langsung ke rumah mas Heru ya” saya sampaikan ke bapak ojek lalu bapak ojek pun berceloteh, “Salut saya sama ibu-ibu ini! Masih mau naik gunung, ini semuanya usianya sudah 50an yaa?”
Tersanjung saya. Sekaligus pengen protes, saya masih 40an pak hehehe.
Akhirnya bisa sampai di rumah mas Heru dengan selamat. Alhamdulillah.
Bapaknya mas Heru sudah menyiapkan teh panas dengan gula terpisah, meski begitu..kami di jawa bagian tengah, teh di teko panas itupun sudah manis untuk lidah saya.

Tim sweeper tiba jam 21 di BC. Alhamdulillah. Safe and sound.

What a journey!
Masya Allah.

Setiap kali TimikTimik jalan dengan peserta banyak mau tidak mau akan terbagi beberapa kelompok.
Kelompok Ngabret, biasanya yang punya hobi lari-lari cantik di gunung. Seringkali bagian buntut belum sampai puncak mereka mah udah turun lagi 😅
Anak muda semua yaaa? Eiiiits belum kenal nih sama TimikTimik yang tidak timik timik, hampir sebagian besar di kelompok ini usianya lebih tua dari saya! Nah tebak sendiri deh.
Kelompok Tengah. Kelompok nanggung ini mah, akibatnya biasanya di kelompok ini minim dokumentasi hihihi karena pengen ngejar kepala jadinya jiwa foto-foto terpaksa dipendam.
Kelompok Ekor. Alias yang aslinya timik timik. Kelompok ini didominasi oleh ibu-ibu tukang konten dan bapak-bapak setia dan sabar nungguin ibu-ibu sibuk berfoto. Prinsipnya adalah, tidak akan melewatkan sejengkal spot untuk berpose!

Nah di Sumbing ini, yang berhasil sampai puncak hanya 6 orang abang ganténg kelompok Ngabret yang menikmati puncak Rajawali.
Kelompok tengah harus puas sampai kawah saja sebelum hujan turun dan berteduh di gua.
Geng asli timik timik, cukup pos 5 saja sudah bersyukur.
Meski ada rasa kecewa, tapi gunung mah engga akan pergi, gunung akan tetap di situ hanya hati yang akan berubah cieeeee! 😄

Sesudah perjalanan seperti ini itu… Jangan bertanya apapun seminggu ke depan ya!
Karena jawabannya pasti masih bikin bibir manyun 😄

Setiap perjalanan tidak bisa dibandingkan. Karena pasti memiliki cerita masing-masing. Punya memori & kesan sendiri. Tapi rasa melo itu biasanya kalau sudah sebulan dari pendakian. 😊
Nah sekarang udah pada request remed ke Sumbing nih hahaha

Terima kasih yaa sudah menemani dan ditemani pulang bertemu dengan yang tersayang. 🙏🏽
Selalu seru dan senang kalau jalan sama TimikTimik itu.

Ya Robb…terima kasih 🙏🏽

Oiya, banyak tragedi hp yg error di sini. Salah satunya yang merekam video sambil teriak “Sumbing Sumbing Sumbing” tp engga smbl muter sangking capenya hehehe jadi kali ini video muter absen dulu yaa

Leave a comment